Membalas Curhatmu: Kata Psikolog Tentang Sayang Tapi Nggak Berani Bilang. Yakin, Mau Terus Dipendam?

sayang-tapi-nggak-berani-bilang sayang-tapi-nggak-berani-bilang

Prosedur umumnya adalah jatuh cinta – menyatakan perasaan – diterima – jadian. Atau bisa juga jatuh cinta – menyatakan perasaan – ditolak – move on. Namun, ada varian lagi yang juga jamak dialami oleh umat manusia: jatuh cinta – membisu – membisu – nggak percaya diri bilang – nggak bisa move on – patah hati membisu-membisu. Sayang, tapi nggak percaya diri bilang.

Ada luber argumentasi yang mendasari seseorang memilih memendam perasaan. Mungkin Khawatir mengalami penolakan, malu karena merasa posisinya kurang memungkinkan, atau bisa juga pilih mempertahankan rasa bungkam-bungkam karena nggak mau merusak hubungan yang sudah ada. Kalau argumentasimu sendiri, kira-kira apa?

Dalam MisCur edisi 20 Februari 2020 lalu, beberapa teman sudah curhat tentang sayang nggak tidak Gemetar bilang kepada Hipwee. Kali ini, Hipwee akan dibantu lagi oleh Nurul Aini Ongkowidjoyo, S.Psi, M.Psi., khilaf satu psikolog di Riliv, aplikasi meditasi dan konseling online. Sembari memikirkan alasanmu pilih nggak bilang sungguhpun sayang, yuk, simak curhatan mereka. Siapa paham kamu jadi terinspirasi tentang apa yang layak dilakukan selanjutnya :”)

1. Segan mengmenyiahkan rasa karena kekurangan diri meMuluskannya merasa kurang sempurna

“Mau apa pun kondisinya, kita semua klop-klop merasakan apa itu cinta. Sensasi debaran jantungnya, kikuknya dan bahagianya jatuh cinta. Artinya … pun dalam kondisimu, tidak memotong hak kamu untuk mengungkapkan rasa yang ada di relung hati ini. Ahayy … love is kind. Kamu pun punya hak untuk mencintai dan dicintai. Dengan mengungkapkan perasaan kita … kita juga berguru untuk mengenal orang yang kita cintai. But whatever it is, always remember that you define your own value.

Sama seperti semua orang berhak bahagia bagaimanapun situasinya, semua orang juga berhak mencintai dan menyatakan cinta bagaimanapun kondisinya. Karena perkasa mengaku cinta, adalah luput satu cara menghargai setiap emosi dan rasa dalam diri sendiri.

2. Memendam kagum luar biasa, tapi hanya berani curi-curi pandang dari kemaksimalan

“Waduh … kalau mematung mematung curi pandang doang, bagaimana bisa dia notice? Huhu … yuk, coba bisa dimulai dengan memunculkan diri dihidupnya dengan cara yang wajar. Mungkin bisa dengan mengikuti kegiatan yang sepadan dengan dirinya atau menjadi figur yang berprestasi di sekolah. Anyone will chase mematungond right?

Selain mencoba mengenal lebih berjarak orang yang ditaksir, mencoba mendampil selangkah demi selangkah juga bisa membantumu mengenali diri sendiri. Siapa paham ‘kan perasaanmu itu sebatas kagum semata, yang bukan berarti jatuh cinta? Dengan begitu, akan lebih mudah bagimu untuk menentukan sikap selanjutnya.

3. Naksir teman senpribadi memang bikin repot. Mau diungkapkan, Risau merusak persahabatan

“Kadang kitalah yang paling mengenal orang yang kita cintai. Yuk, kita ingat lagi … kira-kira orang yang kita doyani itu tipe orang yang bagaimana, ya? Bagaimana respons dia terhadap pengutaraan cinta yang sebelumnya? Komunikasi seperti apa yang pas? Intonasi, momen, dan cara pengutaraan juga akan berpengaruh lo. Well … sambil menunggu momen, boleh juga menunjukkan sikap interest, kok. Slow but elegant, ya.”

Coba juga untuk melihat kemungkinan lainnya. Bagaimana bila ternyata selama ini dia juga punya perasaan yang kembar tapi segan menkarib karena menganggap kamu cuek juga? Hehe

4. Status sosial yang melontarkan rasa percaya pribadi berkurang. Apalagi karena dia membesar di “dunia yang Berbantah”

Beaming (bersinarlah) Bertara dengan waktu kamu. Karakter tidak wajib sekemudian diukur dengan pekerjaan ‘kan? Apalagi jika kondisi kita memang menyulitkan untuk beroperasi sepenuhnya. Yuk, kita bisa juga menjadi high quality woman/man Bertara waktu kita. Misalkan dengan ikut tindakan keorganisasian, mengikuti lomba, mempersiapkan daerah magang, atau mungkin mengikuti konferensi untuk memperkompeten portofolio kita dalam melamar kerjaan nanti. Being smart and got that sexy aura at your own pace.

Karena setiap orang bisa bersinar dengan caranya masing-masing, tak perlu terlantas ngoyo untuk menjadi seperti standarnya. Apalagi standar yang belum tentu betul juga. Keep up the good work, nggak pernah ada ruginya menjadi elok untuk diri sendiri.

5. Mau mengmenyingkapkan enggan, move on pun jadi sebuah kesulitan

“Akankah kita menyadari kehadiran sesuatu yang udah jarang kedengaran suaranya? Yuk, mulai deket lagi pelan-pelan. Bisa dimulai dengan mengomentari akun sosmed-nya yang terbaru. Ada kalanya memang kita harus berani mengmenyibakkan agar kita tahu bagaimana dirinya ke kita dan apa langkah yang harus kita tempuh selanjutnya. Kita sendiri juga tahu ditembak sebanding orang ‘kan? Lalu setelah misal kita menolak apakah sikap kita Bertukar? Aren’t we all already matured?

Mengmembukakan rasa memang berpotensi mengubah relasi antara kamu dan dia. Namun, memendam rasa juga berdampak pada langkahmu yang tertambah di sana. Mau move on nggak bisa, mau bilang cinta nggak berani juga. Tapi aktelseifnkah lebih tidak marah jelas sekarang supaya apa jelas juga yang layak kamu lakukan?

6. Enggan mengutarakan rasa menawana minder dengan ukuran tubuh. Akhirnya setiap dia naksir orang lain sekadar bisa bungkam-bungkam patah hati

“Yup, betul banget. Tuhan menciptakan kita pastilah dengan memahami segala konsekuensinya. Suka banget klop pemikiran yang begini nih. Sebab being confident makes us beaming. Yuk, percantik diri dengan mix and match pakaian yang Bertimbal dengan jenis tubuh kita, misal dengan warna sulit dan penggunaan aksesories yang tepat. Well being curvy can be sexy AF too. But never forget to take care of god gift by living healthy yaa :)”

Kalaupun kamu ingin berdiet, lakukan itu untuk bernyawa yang lebih segar dan lebih nyaman. Bukan untuk menarik perhatian orang lain. Rasa sayang kepada pribadi senpribadi, itu maksimal lebih efektif dalam memancarkan pesona dibanding penampilan yang sempurna. Setuju nggak?

Kalau dipikir-pikir, sayang itu mirip kentut, ya. Ditahan nyeri, dikeluarkan malu. Sayang juga begitu. Dipendam nyeri, dimenyingkapkan malu. Duh, gimana dong? ????

Lagi-lagi, semuanya kembali ke orang senorang masing-masing. Mengmembukakan rasa pasti ada risikonya, begitu juga memendam rasa. Tergantung mana yang lebih nyaman untukmu. Tapi ingatlah, bahwa cinta dan sayang itu adalah anugerah untuk semua orang. Begitu juga dengan mengmembukakan perasaan. Jadi, jangan merasa nggak layak belaka karena merasa orangmu banyak kekurangan.